Culture of Japan

Jepang, negeri matahari terbit ini adalah salah satu negara yang mengalami perkembangan pesat di berbagai bidang. Negara kerajaan yang hanya memiliki luas 377.837 km2 ini ada di bagian paling timur Benua Asia.

Kebudayaan Jepang telah mengalami perkembangan yang sangat pesat selama ribuan tahun dari masa prasejarah Jōmon, hingga budaya hybrid kontemporer yang tercipta dari penggabungan unsur budaya Asia, Eropa dan Amerika Utara.
Jepang pernah mengalami masa terisolasi dari dunia luar selama masa Tokugawa shogunate hingga masa “The Black Ships” dan periode Meiji.
Bahasa dan Sastra
Bahasa Jepang selalu berperan penting dalam budaya Jepang. Bahasa Jepang ditulis dengan kombinasi tiga skrip yaitu Hiragana yang diadaptasi dari karakter Cina, Katakana yang merupakan singkatan dari karakter Cina, dan Kanji yang juga diimpor dari Cina.
Alfabet Latin dan Romaji juga sering digunakan dalam bahasa Jepang modern, biasanya untuk logo dan nama perusahaan, periklanan, dan hal yang berkaitan dengan computer. Angka Hindu-Arab juga sering digunakan, tapi angka Sino Jepang yang tradisional juga masih digunakan dalam beberapa hal.
Jepang juga terkenal sebagai bangsa yang sangat menyukai lukisan. Melukis sudah menjadi budaya Jepang selama berabad-abad, dan kuas yang dipakai juga sering digunakan sebagai alat tulis.Pembuatan kertas dari Cina mulai diperkenalkan di Jepang pada abad ke-7 oleh Damjing dan beberapa biarawan Goguryeo, dan selanjutnya Washi dikembangkan dari itu. Berberapa teknik melukis tradisional masih digunakan oleh beberapa seniman hingga saat ini.
Teknik penggunaan kuas yang khas dari seniman dalam penulisan bahasa Jepang menghasilkan seni kaligrafi yang rumit. Di negara-negara Asia Timur, sebuah penulisan teks dianggap sebagai sebuah bentuk seni tradisional sekaligus sarana penyampaian informasi tertulis. Pekerjaan tertulis itu bisa berupa frasa, puisi, cerita atau bahkan sebuah karakter tunggal.
Di Jepang sendiri seni kaligrafi disebut dengan 'Shodo' (書道) yang secara harfiah berarti ‘cara penulisan atau kaligrafi’ atau lebih dikenal sebagai 'Shuji' (習字) yang artinya ‘belajar bagaimana menulis karakter’. Orang awam Jepang juga mengenal seni kaligrafi sebagai 'Sumi-e' (墨 絵) yang berarti lukisan tinta.
Seni
Jepang juga dikenal sebagai negara yang menuangkan kebudaayan dalam seni patung. Patung-patung tradisional Jepang kebanyakan adalah patung-patung agama Buddha, seperti Tathagata, Bodhisattva dan Myo-o. Patung tertua yang ada di Jepang adalah patung Amitābha di candi Zenkō-ji yang terbuat dari kayu. Pada Periode Nara, patung-patung Buddha sengaja dibuat oleh pemerintah untuk meningkatkan prestise bangsanya. Hal ini terlihat di Nara dan Kyoto yang memiliki banyak patung kolosal Buddha Vairocana yang terbuat dari perunggu di candi Tōdai-ji.
Jepang adalah negara yang menggunakan kayu di banyak kehidupan hariannya dalam masalah arsitektur. Perunggu dan logam lainnya juga sering digunakan, selain itu batu dan tanah liat yang dibentuk menjadi tembikar juga digunakan oleh orang Jepang kuno yang berperan dalam hal keyakinan mereka.
Kebudayaan lainnya dari Jepang yang tak kalah menarik dan juga sudah terkenal di dunia yaitu seni Ikebana. Ikebana (生花) adalah seni merangkai bunga dari Jepang. Keserasian warna, dan desain yang sederhana namun elegan menciptakan sebuah harmoni yang indah. Seni ini berpusat pada pengekspresian musim dan hal-hal yang lebih dari sekedar rangkaian bunga.




Arsitektur
Arsitektur Jepang memiliki sejarah panjang seperti aspek budaya lainnya. Jepang sangat dipengaruhi oleh arsitektur Cina yang menciptakan dan mengembangkan banyak perbedaan untuk kebudayaan Jepang. Arsitektur tradisionalnya sendiri dapat dilihat hingga kini di beberapa kuil, Kuil Shinto, dan istana di Kyoto dan Nara. Beberapa bangunan tersebut juga dikonstruksikan bersama kebun tradisional yang terpengaruh oleh ide Zen.
Arsitektur taman di Jepang juga sangat penting dalam kebudayaannya dan berstatus sebagai karya seni. Pembangunan taman ini sangat dipengaruhi oleh latar belakang sejarah dan agama yang sangat kuat.Prinsip utama dari desain taman penciptaan lanskap yang didasarkan dan asngat terpengaruh oleh lukisan lanskap monokrom tiga dimensi sumi-e atau suibokuga.


Pakaian Tradisional
Pakaian tradisional Jepang termasuk salah satu unsur kebudayaan yang membedakannya dari negara lain. Kimono, pakaian tradisional Jepang yang artinya “sesuatu yang dikenakan”. Awalnya, kata ‘Kimono’ ditujukan untuk semua jenis tipe pakaian, tapi pada akhirnya, kata itu merujuk pada pakaian panjang yang disebut ‘Naga-gi’, yang hingga hari ini masih sering dikenakan oleh pria, wanita dan juga anak-anak pada acara-acara khusus.
Kimono terdiri dari banyak warana, model dan ukuran. Para pria biasanya memakai kimono berwarna gelap, sedangkan para wanita memakai warna cerah atau warna-warna pastel, khususnya untuk para wanita muda, mereka biasanya mengenakan kimono berwarna cerah dengan aksen pola abstrak yang rumit dan juga pola floral.
Kimono yang dipakai oleh wanita yang sudah menikah, tentu berbeda dengan kimono yang dipakai oleh wanita yang belum menikah. Kimono yang dipakai oleh wanita yang sudah menikah disebut Tomesode yang bagian-bagian kimononya terpisah karena pola-pola gambar di kimononya ada di bawah bagian pinggang. Kimono yang dipakai oleh wanita yang belum menikah disebut Furisode, yang dapat dikenali dari bagian lengannya yang sangat panjang dengan panjang 39-42 inci, kimono ini menandakan seorang wanita masih lajang.
Gaya Kimono pun berubah-ubah sesuai dengan musim. Di musim semi, Kimono yang dipakai kebanyakan berwarna cerah musim semi dengan bordiran bunga-bunganya. Saat musim gugur, kimono tidak berwarna terlalu cerah, biasanya berwarna musim gugur seperti gradasi warna oranye tua hingga coklat muda. Di musim dingin, kimono dibuat dari kain flannel yang lebih berat menjaga suhu tubuh si pemakai agar tetap hangat. Untuk musim panas, Kimono lebih kasual dan ringan yang disebut dengan Yukata.
Kimono yang lebih elegan adalah Uchikake, terbuat dari kain sutra panjang yang biasanya dipakai oleh pasangan pengantin dalam upacara pernikahan. Uchikake biasanya dihiasi dengan bordir bergambar burung atau bunga dari benang emas atau perak.
Ukuran kimono sendiri tidak memiliki ukuran pasti seperti pakaian-pakaian barat. Ukuran kimono biasanya hanya didasarkan pada perkiraan dan teknik-teknik tertentu yang membuat kimono sesuai ukuran tubuh si penggunanya.
Obi adalah bagian penting dari Kimono. Obi adalah kain yang digunakan sebagai ikat pinggang yang biasanya dipakai untuk berbagai macam pakaian tradisional Jepang, tapi paling sering digunakan bersama kimono. Obi untuk wanita biasanya berukuran lebih lebar dan besar, sedangkan untuk pria, obinya lebih tipis dan kecil.
Kebanyakan orang Jepang kini, hanya memakai kimono di rumah, di tempat yang santai atau bahkan saat menjamu tamu. Untuk acara yang lebih formal, para pria biasanya menggunakan Haori dan Hakama, yaitu bagian atas kimono seperti mantel dan bagian bawah kimono, yang seperti rok, yang terpisah. Hakama biasanya diikat di bagian pinggang dan panjangnya hingga pergelangan kaki. Awalnya Hakama hanya digunakan oleh pria saja, tapi belakangan ini para wanita pun ikut mengenakannya.
Pakaian tradisional lainnya yaitu Happi yang tidak terlalu terkenal seperti Kimono. Happi adalah mantel berlengan lurus yang biasanya dijahit dengan lambang keluarga dan sering digunakan oleh petugas pemadam kebakaran.
Jepang juga memiliki alas kaki yang khas, yaitu Tabi. Tabi adalah kaus kaki setinggi pergelangan kaki dan biasanya dipakai bersama kimono. Tabi didisain untuk dapat dikenakan bersama Geta. Geta sendiri adalah sandal kain yang beralas kayu tebal.





Makanan
Dalam beberapa tahun belakangan, masakan Jepang sudah sangat populer di seluruh dunia. Makanan seperti sushi, tempura dan teriyaki adalah beberapa makanan Jepang yang banyak dikenal publik. Ikan sudah menjadi makanan utama di Jepang, berdasarkan Japan's Institute of Cetacean Research " Whaling and whale cuisine are part of Japanese culture ", Jepang adalah pengonsumsi daging paus terbesar di dunia. Diet sehat orang Jepang pun sangat diyakini sebagai faktor utama penunjang orang-orang Jepang berumur panjang.



Source:
Atlas Indonesia, Dunia dan Budayanya.2005.Mastara.


posted under | 6 Comments

Culture of Egypt

Mesir, negeri Firaun ini memiliki luas hanya 997.793 km2. Mesir adalah daratan tempat tinggal dimana orang-orang kuno berperadaban tinggi hidup. Mesir dan Sungai Nil adalah 2 hal yang tidak terpisahkan. Sejak ribuan tahun, masyarakat Mesir bergantung hidup pada Sungai Nil. Pohon-pohon kurma yang jadi peneduh dan penghias pasir panas juga ikut membantu Sungai Nil dalam kelangsungan hidup masyarakat Mesir. Daratan dimana piramid tinggi berdiri tegak dibawah matahari ini, jadi tempat peradaban pertama dengan kebudayaan yang sangat maju.


Selama ribuan tahun, Mesir mempertahankan budaya yang kompleks dan stabil yang kemudian dipengaruhi oleh budaya Eropa, Timur tengah dan Afrika. Setelah era Firaun, Mesir sendiri dipengaruhi oleh Hellenisme, kedatangan Kristen dan juga masuknya Islam. Saat ini, banyak aspek budaya Mesir yang berinteraksi dengan unsur yang lebih baru dan modern.




Bahasa
Bahasa Mesir yang berakar dari bahasa Afro-Asiatik, yang berhubungan dekat dengan bahasa Bereber dan Semit, merupakan salah satu bahasa tertulis pertama yang ditemukan di monument-monumen dan lembaran papyrus yang dikenal dengan sebutan Hieroglif. Bahasa ini memiliki sejarah bahasa terpanjang kedua (setelah Sumeria). Hieroglif banyak ditulis di pintu-pintu dan juga dinding-dinding rumah tentang kehidupan sehari-hari dan juga tentang perjalan Firaun sehingga sejarahnya tetap ada dan bisa di baca oleh semua orang.
Hieroglif
Tulisan hieroglif terdiri dari sekitar 500 simbol. Sebuah hieroglif dapat mewakili kata atau suara. Simbol yang sama dapat menyajikan tujuan yang berbeda dalam konteks yang berbeda pula. Hieroglif adalah aksara resmi, digunakan pada monumen batu dan kuburan. Pada penulisan sehari hari, juru tulis membuat tulisan kursif, yang disebut keramat. Tulisan kursif ini lebih cepat dan mudah. Sementara hieroglif formal dapat dibaca dalam baris atau kolom di kedua arah (walaupun biasanya ditulis dari kanan ke kiri), aksara keramat selalu ditulis dari kanan ke kiri, biasanya pada baris horisontal. Sebuah bentuk baru penulisan, demotik, menjadi gaya penulisan umum, dan inilah bentuk tulisan -bersama dengan hieroglif formal - yang menyertai teks Yunani di Batu Rosetta.


Sekitar abad ke-1 Masehi, huruf Koptik mulai digunakan bersama huruf demotik. Koptik adalah modifikasi abjad Yunani dengan penambahan beberapa tanda-tanda demotik. Meskipun hieroglif formal digunakan dalam acara seremonial hingga abad ke-4, menjelang akhir abad hanya segelintir kecil imam yang masih bisa membacanya. Akibat institusi keagamaan tradisional dibubarkan, pengetahuan tulisan hieroglif semakin menghilang. Usaha untuk mengartikannya muncul pada masa Bizantium dan Islam di Mesir, tetapi baru pada tahun 1822, setelah penemuan batu Rosetta dan penelitian oleh Thomas Young dan Jean-Francois Champollion, hieroglif baru dapat diartikan.
‘The Koiné’ adalah dialek dari bahasa Yunani di masa Helenistik Alexandria yang digunakan dalam filsafat dan ilmu budaya yang dipelajari oleh orang-orang Arab. Bahasa Arab sendiri datang ke Mesir pada abad ketujuh dan kini Bahasa Arab-Mesir, yaitu bahasa Arab dengan dialek Mesir, menjadi bahasa resmi di Mesir.
Di sekitar bukit dekat Sungai Nil (Kom Ombo dan Aswan), ada sekitar 300.000 orang yang berbicara dengan bahasa Nubia yang biasa disebut sebagai Nobiin atau Kenuzi-Dongola. Orang-orang Siwi di sekitar Oasis Siwa berbicara dengan bahasa Berber. Juga ada lebih dari satu juta orang yang berbicara dengan bahasa Domari (Bahasa Indo-Arya dari Romany) yang sebagian besar hidup di Kairo. Sekitar 60.000 orang mesir berbahasa Yunani yang tinggal di Alexandria dan lainnya berbahasa Bedawi yang tinggal di Gurun Timur.
Seni
Bangsa Mesir adalah salah satu penguasa peradaban pertama dalam hal menyusun elemen desain seni. Lukisan-lukisan yang ada tentang Firaun memiliki kode atas aturan visual dan mengandung berbagai makna. Awal seni Mesir ditandai dengan tidak adanya perspektif linier yang menyebabkan seni terlihat datar dan kosong. Para seniman saat itu cenderung menciptakan seni berdasarkan apa yang mereka tahu, bukan berdasarkan apa yang mereka lihat.
Bangsa Mesir Kuno memproduksi seni untuk berbagai tujuan. Selama 3500 tahun, seniman mengikuti bentuk artistik dan ikonografi yang dikembangkan pada masa Kerajaan Lama. Aliran ini memiliki prinsip-prinsip ketat yang harus diikuti, mengakibatkan bentuk aliran ini tidak mudah berubah dan terpengaruh aliran lain. Standar artistik—garis-garis sederhana, bentuk, dan area warna yang datar dikombinasikan dengan karakteristik figure yang tidak memiliki kedalaman spasial—menciptakan rasa keteraturan dan keseimbangan dalam komposisinya. Perpaduan antara teks dan gambar terjalin dengan indah baik di tembok makam dan kuil, peti mati, maupun patung.
Seniman Mesir Kuno dapat menggunakan batu dan kayu sebagai bahan dasar untuk memahat. Cat didapatkan dari mineral seperti bijih besi (merah dan kuning), bijih perunggu (biru dan hijau), jelaga atau arang (hitam), dan batu kapur (putih). Cat dapat dicampur dengan gum arab sebagai pengikat dan dapat ditekan (press), disimpan untuk kemudian diberi air ketika hendak digunakan. Firaun menggunakan relief untuk mencatat kemenangan di pertempuran, dekrit kerajaan, atau peristiwa religius. Di masa Kerajaan Pertengahan, model kayu atau tanah liat yang menggambarkan kehidupan sehari-hari menjadi populer untuk ditambahkan di makam. Sebagai usaha menduplikasi aktivitas hidup di kehidupan setelah kematian, model ini diberi bentuk buruh, rumah, perahu, bahkan formasi militer.
Meskipun bentuknya hampir homogen, pada waktu tertentu gaya karya seni Mesir Kuno terkadang mengikuti perubahan kultural atau perilaku politik. Setelah invasi Hykos di Periode Pertengahan Kedua, seni dengan gaya Minoa ditemukan di Avaris. Salah satu contoh perubahan gaya akibat adanya perubahan politik yang menonjol adalah bentuk artistik yang dibuat pada masa Amarna: patung-patung disesuaikan dengan gaya pemikiran religious Akhenaten. Gaya ini, yang dikenal sebagai seni Amarna, langsung diganti dan dibuah ke bentuk tradisional setelah kematian Akhenaten.
Mesir Kuno
Mesir Kuno adalah suatu peradaban kuno di bagian timur laut Afrika. Peradaban ini terpusat di sepanjang hilir sungai Nil. Peradaban ini dimulai dengan unifikasi Mesir Hulu dan Hilir sekitar 3150 SM, dan selanjutnya berkembang selama kurang lebih tiga milenium. Sejarahnya mengalir melalui periode kerajaan-kerajaan yang stabil, masing-masing diantarai oleh periode ketidakstabilan yang dikenal sebagai Periode Menengah. Mesir Kuno mencapai puncak kejayaannya pada masa Kerajaan Baru. Selanjutnya, peradaban ini mulai mengalami kemunduran. Mesir ditaklukan oleh kekuatan-kekuatan asing pada periode akhir. Kekuasaan firaun secara resmi dianggap berakhir pada sekitar 31 SM, ketika Kekaisaran Romawi menaklukkan dan menjadikan wilayah Mesir Ptolemeus sebagai bagian dari provinsi Romawi. Meskipun ini bukanlah pendudukan asing pertama terhadap Mesir, periode kekuasaan Romawi menimbulkan suatu perubahan politik dan agama secara bertahap di lembah sungai Nil, yang secara efektif menandai berakhirnya perkembangan peradaban merdeka Mesir.
Peradaban Mesir Kuno didasari atas pengendalian keseimbangan yang baik antara sumber daya alam dan manusia, ditandai terutama oleh:
  • irigasi teratur terhadap Lembah Nil;
  • pendayagunaan mineral dari lembah dan wilayah gurun di sekitarnya;
  • perkembangan sistem tulisan dan sastra;
  • organisasi proyek kolektif;
  • perdagangan dengan wilayah Afrika Timur dan Tengah serta Mediterania Timur; serta
  • kegiatan militer yang menunjukkan kekuasaan terhadap kebudayaan negara/suku bangsa tetangga pada beberapa periode berbeda.
Pengelolaan kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan oleh penguasa sosial, politik, dan ekonomi, yang berada di bawah pengawasan sosokFiraun.
Pencapaian-pencapaian peradaban Mesir Kuno antara lain: teknik pembangunan monumen seperti piramida, kuil, dan obelisk; pengetahuan matematika; teknik pengobatan; sistem irigasi dan agrikultur; kapal pertama yang pernah diketahui; teknologi tembikar glasir bening dan kaca; seni dan arsitektur yang baru; sastra Mesir Kuno; dan traktat perdamaian pertama yang pernah diketahui. Mesir telah meninggalkan warisan yang abadi. Seni dan arsitekturnya banyak ditiru, dan barang-barang antik buatan peradaban ini dibawa hingga ke ujung dunia. Reruntuhan-reruntuhan monumentalnya menjadi inspirasi bagi pengelana dan penulis selama berabad-abad.
Status Sosial
Masyarakat Mesir Kuno ketika itu sangat terstratifikasi dan status sosial yang dimiliki seseorang ditampilkan secara terang-terangan. Sebagian besar masyarakat bekerja sebagai petani, namun demikian hasil pertanian dimiliki dan dikelolah oleh negara, kuil, atau keluarga ningrat yang memiliki tanah. Petani juga dikenai pajak tenaga kerja dan dipaksa bekerja membuat irigasi atau proyek konstruksi menggunakan sistem corvee. Seniman dan pengrajin memunyai status yang lebih tinggi dari petani, namun mereka juga berada di bawah kendali negara, bekerja di toko-toko yang terletak di kuil dan dibayar langsung dari kas negara. Juru tulis dan pejabat menempati strata tertinggi di Mesir Kuno, dan biasa disebut "kelas kilt putih" karena menggunakan linen berwarna putih yang menandai status mereka. Perbudakan telah dikenal, namun bagaimana bentuknya belum jelas diketahui.
Mesir Kuno memandang pria dan wanita, dari kelas sosial apa pun kecuali budak, sama di mata hukum. Baik pria maupun wanita memiliki hak untuk memiliki dan menjual properti, membuat kontrak, menikah dan bercerai, serta melindungi diri mereka dari perceraian dengan menyetujui kontrak pernikahan, yang dapat menjatuhkan denda pada pasangannya bila terjadi perceraian. Dibandingkan bangsa lainnya di Yunani, Roma, dan bahkan tempat-tempat lainnya di dunia, wanita di Mesir Kuno memiliki kesempatan memilih dan meraih sukses yang lebih luas. Wanita seperti Hatshepsut dan Cleopatra bahkan bisa menjadi firaun. Namun demikian, wanita di Mesir Kuno tidak dapat mengambil alih urusan administrasi dan jarang yang memiliki pendidikan dari rata-rata pria ketika itu.

Pertanian, Peternakan, Perdagangan dan Sumber Daya Alam

Kondisi geografi yang mendukung dan tanah di tepi sungai Nil yang subur membuat bangsa Mesir mampu memproduksi banyak makanan, dan menghabiskan lebih banyak waktu dan sumber daya dalam pencapaian budaya, teknologi, dan artistik. Pengaturan tanah sangat penting di Mesir Kuno karena pajak dinilai berdasarkan jumlah tanah yang dimiliki seseorang.
Pertanian di Mesir sangat bergantung kepada siklus sungai Nil. Bangsa Mesir mengenal tiga musim: Akhet (banjir), Peret (tanam), dan Shemu (panen). Musim banjir berlangsung dari Juni hingga September, menumpuk lanau kaya mineral yang ideal untuk pertanian di tepi sungai. Setelah banjir surut, musim tanam berlangsung dari Oktober hingga Februari. Petani membajak dan menanam bibit di ladang. Irigasi dibuat dengan parit dan kanal. Mesir hanya mendapat sedikit hujan, sehingga petani sangat bergantung dengan sungai Nil dalam pengairan tanaman. Dari Maret hingga Mei, petani menggunakan sabit untuk memanen. Selanjutnya, hasil panen diirik untuk memisahkan jerami dari gandum. Proses penampian menghilangkan sekam dari gandum, lalu gandum ditumbuk menjadi tepung, diseduh untuk membuat bir, atau disimpian untuk kegunaan lain.
Bangsa Mesir menanam gandum emmer dan jelai, serta beberapa gandum sereal lain, sebagai bahan roti dan bir. Tanaman-tanaman Flax ditanam dan diambil batangnya sebagai serat. Serat-serat tersebut dipisahkan dan dipintal menjadi benang, yang selanjutnya digunakan untuk menenun linen dan membuat pakaian. Papirus ditanam untuk pembuatan kertas. Sayur-sayuran dan buah-buahan dikembangkan di petak-petak perkebunan, dekat dengan permukiman, dan berada di permukaan tinggi. Tanaman sayur dan buah tersebut harus diairi dengan tangan. Sayur-sayuran meliputi bawang perai, bawang putih, melon, squash, kacang, selada, dan tanaman-tanaman lain. Anggur juga ditanam untuk diolah menjadi wine.
Bangsa Mesir percaya bahwa hubungan yang seimbang antara manusia dengan hewan merupakan elemen yang penting dalam susunan kosmos; maka manusia, hewan, dan tumbuhan diyakini sebagai bagian dari suatu keseluruhan. Hewan, baik yang didomestikasi maupun liar, merupakan sumber spiritualitas, persahabatan, dan rezeki bagi bangsa Mesir Kuno. Sapi adalah hewan ternak yang paling penting; pemerintah mengumpulkan pajak terhadap hewan ternak dalam sensus-sensus reguler, dan ukuran ternak melambangkan martabat dan kepentingan pemiliknya. Selain sapi, bangsa Mesir Kuno menyimpan domba, kambing, dan babi. Unggas seperti bebek, angsa, dan merpati ditangkap dengan jaring dan dibesarkan di peternakan. Di peternakan, unggas-unggas tersebut dipaksa makan adonan agar semakin gemuk. Sementara itu, di sungai Nil terdapat sumber daya ikan. Lebah-lebah juga didomestikasi dari masa Kerajaan Lama, dan hewan tersebut menghasilkan madu dan lilin.
Keledai dan lembu digunakan sebagai hewan pekerja. Hewan-hewan tersebut bertugas membajak ladang dan menginjak-injak bibit ke dalam tanah. Lembu-lembu yang gemuk dikorbankan dalam ritual persembahan. Kuda-kuda dibawa oleh Hyksos pada Periode Menengah Kedua, sementara unta, meskipun sudah ada sejak periode Kerajaan Baru, tidak digunakan sebagai hewan pekerja hingga Periode Akhir. Selain itu, terdapat bukti yang menunjukkan bahwa gajah sempat dimanfaatkan pada Periode Akhir, tetapi akhirnya dibuang karena kurangnya tanah untuk merumput. Anjing, kucing, dan monyet menjadi hewan peliharaan, sementara hewan-hewan seperti singa yang diimpor dari jantung Afrika merupakan milik kerajaan. Herodotus mengamati bahwa bangsa Mesir adalah satu-satunya bangsa yang menyimpan hewan di rumah mereka. Selama periode pradinasti dan akhir, pemujaan dewa dalam bentuk hewan menjadi sangat populer, seperti dewi kucing Bastet dan dewa ibis Thoth, sehingga hewan-hewan tersebut dibesarkan dalam jumlah besar untuk dikorbankan dalam ritual.
Mesir kaya akan batu bangunan dan dekoratif, bijih tembaga dan timah, emas, dan batu-batu semimulia. Kekayaan itu memungkinkan orang Mesir Kuno untuk membangun monumen, memahat patung, membuat alat-alat, dan perhiasan. Pembalsem menggunakan garam dari Wadi Natrun untuk mumifikasi, yang juga menjadi sumber gypsum yang diperlukan untuk membuat plester. Batuan yang mengandung bijih besi dapat ditemukan di wadi-wadi gurun timur dan Sinai yang kondisi alam yang tidak ramah. Membutuhkan ekspedisi besar (biasanya dikontrol negara) untuk mendapatkan sumber daya alam di sana. Terdapat sebuah tambang emas luas di Nubia, dan salah satu peta pertama yang ditemukan adalah peta sebuah tambang emas di wilayah ini. Wadi Hammamat adalah sumber penting granit, greywacke, dan emas. Rijang adalah mineral yang pertama kali dikumpulkan dan digunakan untuk membuat alat-alat, dan kapak Rijang adalah potongan awal yang membuktikan adanya habitat manusia di lembah Sungai Nil. Nodul-nodul mineral secara hati-hati dipipihkan untuk membuat bilah dan kepala panah dengan tingkat kekerasan dan daya tahan yang sedang, dan ini tetap bertahan bahkan setelah tembaga digunakan untuk tujuan tersebut.
Orang Mesir kuno berdagang dengan negeri-negeri tetangga untuk memperoleh barang yang tidak ada di Mesir. Pada masa pra dinasti, mereka berdagang dengan Nubia untuk memperoleh emas dan dupa. Orang Mesir kuno juga berdagang dengan Palestina, dengan bukti adanya kendi minyak bergaya Palestina di pemakaman firaun Dinasti Pertama. Koloni Mesir di Kanaan selatan juga berusia sedikit lebih tua dari dinasti pertama. Firaun Narmer memproduksi tembikar Mesir di Kanaan, dan mengekspornya kembali ke Mesir.
Paling lambat dari masa Dinasti Kedua, Mesir kuno mendapatkan kayu berkualitas tinggi (yang tak dapat ditemui di Mesir) dari Byblos. Pada masa Dinasti Kelima, Mesir kuno dan Punt untuk memasok persediaan timah dan tembaga (keduanya merupakan bahan baku untuk membuat perunggu). Orang Mesir kuno juga menghargai batu biru lapis lazuli, yang harus diimpor dari Afganistan. Partner dagang Mesir di Laut Tengah meliputi Yunani dan Kreta, yang menyediakan minyak zaitun (selain barang-barang lainnya). Sebagai ganti impor bahan baku dan barang mewah, Mesir mengekspor gandum, emas, linen, papirus, dan barang-barang jadi seperti kaca dan benda-benda batu,memperdagangkan emas, damar, eboni, gading, dan binatang liar seperti monyet. Mesir bergantung pada Anatolia
Kuliner
Masakan Mesir cenderung tidak berubah selama berabad-abad; Masakan Mesir modern memiliki banyak persamaan dengan Masakan Mesir Kuno. Makanan sehari-hari biasanya mengandung roti dan bir, dengan lauk berupa sayuran seperti bawang merah dan bawang putih, serta buah-buahan berbentuk biji dan ara. Wine dan daging biasanya hanya disajikan pada perayaan tertentu, kecuali di kalangan orang kaya yang lebih sering menyantapnya. Ikan, daging, dan unggas dapat diasinkan atau dikeringkan, serta direbus atau dibakar.
Arsitektur
Karya arsitektur bangsa Mesir Kuno yang paling terkenal antara lain: Piramida Giza dan di Kuil Thebes. Proyek pembangunan dikelola dan didanai oleh pemerintah untuk tujuan religius, sebagai bentuk peringatan, maupun untuk menunjukkan kekuasaan firaun. Bangsa Mesir Kuno mampu membangun struktur batu dengan peralatan sederhana namun efektif, dengan tingkat akurasi dan presisi yang tinggi.
Kediaman baik untuk kalangan elit maupun masyarakat biasa dibuat dari bahan yang mudah hancur seperti batu bata dan kayu, karenanya tidak ada satu pun yang terisa saat ini. Kaum tani tinggal di rumah sederhana, di sisi lain, rumah kaum elit memiliki struktur yang rumit. Beberapa istana Kerajaan Baru yang tersisa, seperti yang terletak di Malkata dan Amarna, menunjukkan tembok dan lantai yang dipenuhi hiasan dengan gambar pemandangan yang indah. Struktur penting seperti kuil atau makam dibuat dengan batu agar dapat bertahan lama.
Kuil-kuil tertua yang tersisa, seperti yang terletak di Giza, terdiri dari ruang tunggal tertutup dengan lembaran atap yang didukung oleh pilar. Pada Kerajaan Baru, arsitek menambahkan pilon, halaman terbuka, dan ruangan hypostyle; gaya ini bertahan hingga periode Yunani-Romawi. Arsitektur makam tertua yang berhasil ditemukan adalah mastaba, struktur persegi panjang dengan atap datar yang terbuat dari batu dan bata. Struktur ini biasanya dibangun untuk menutupi ruang bawah tanah untuk menyimpan mayat.
Agama dan Kepercayaan
Mesir Kuno
Kepercayaan terhadap kekuatan gaib dan adanya kehidupan setelah kematian dipegang secara turun temurun. Kuil-kuil diisi oleh dewa-dewa yang memiliki kekuatan supernatural dan menjadi tempat untuk meminta perlindungan, namun dewa-dewa tidak selalu dilihat sebagai sosok yang baik; orang mesir percaya dewa-dewa perlu diberi sesajen agar tidak mengeluarkan amarah. Struktur ini dapat berubah, tergantung siapa yang berkuasa ketika itu.
Dewa-dewa disembah dalam sebuah kuil yang dikelola oleh seorang imam. Di bagian tengah kuil biasanya terdapat patung dewa. Kuil tidak dijadikan tempat beribadah untuk publik, dan hanya pada hari-hari tertentu saja patung di kuil itu dikeluarkan untuk disembah oleh masyarakat. Masyarakat umum beribadah memuja patung pribadi di rumah masing-masing, dilengkapi jimat yang dipercaya mampu melindungi dari marabahaya. Setelah Kerajaan Baru, peran firaun sebagai perantara spiritual mulai berkurang seiring dengan munculnya kebiasaan untuk memuja langsung tuhan, tanpa perantara. Di sisi lain, para imam mengembangkan sistem ramalan (oracle) untuk mengkomunikasikan langsung keinginan dewa kepada masyarakat.
Masyarakat mesir percaya bahwa setiap manusia terdiri dari bagian fisik dan spiritual. Selain badan, manusia juga memiliki šwt (bayangan), ba (kepribadian atau jiwa), ka (nyawa), dan nama. Jantung dipercaya sebagai pusat dari pikiran dan emosi. Setelah kematian, aspek spiritual akan lepas dari tubuh dan dapat bergerak sesuka hati, namun mereka membutuhkan tubuh fisik mereka (atau dapat digantikan dengan patung) sebagai tempat untuk pulang. Tujuan utama mereka yang meninggal adalah menyatukan kembali ka dan ba dan menjadi "arwah yang diberkahi." Untuk mencapai kondisi itu, mereka yang mati akan diadili, jantung akan ditimbang dengan "bulu kejujuran." Jika pahalanya cukup, sang arwah diperbolehkan tetap tinggal di bumi dalam bentuk spiritual.
Mesir Modern
Kini, Sembilan puluh persen penduduk Mesir adalah Muslim, dengan mayoritas Sunni. Sembilan persen dari populasi adalah Kristen Koptik, agama-agama lain dan satu persen dari bentuk lain kekristenan.
Teknologi
Dalam bidang tekonologi, pengobatan, dan matematika, Mesir kuno telah mencapai standar yang relatif tinggi dan canggih di masanya. Empirisme tradisional, sebagaimana dibuktikan oleh Papirus Edwin Smith dan Ebers (c. 1600 SM), ditemukan oleh bangsa Mesir. Bangsa Mesir kuno juga diketahui menciptakan alfabet dan sistem desimal mereka sendiri.
Bahkan sebelum masa keemasan di bawah kekuasaan Kerajaan Lama, bangsa Mesir kuno telah mampu mengembangkan sebuah material kilap yang dikenal sebagai tembikar glasir bening, yang dianggap sebagai bahan artifisial yang cukup berharga. Tembikar glasir bening adalah keramik yang terbuat dari silika, sedikit kapur dan soda, serta bahan pewarna, biasanya tembaga. Tembikar glasir bening digunakan untuk membuat manik-manik, ubin, arca, dan lainnya. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menciptakan tembikar glasir bening, namun yang sering digunakan adalah menaruh bahan baku yang telah diolah menjadi pasta di atas tanah liat, kemudian membakarnya. Dengan teknik yang sama, bangsa Mesir kuno juga dapat memproduksi sebuah pigmen yang dikenal sebagai Egyptian Blue, yang diproduksi dengan menggabungkan silika, tembaga, kapur dan sebuah alkali seperti natron.
Bangsa mesir kuno juga mampu membuat berbagai macam objek dari kaca, namun tidak jelas apakah mereka mengembangkan teknik itu sendiri atau bukan.Tidak diketahui pula apakah mereka membuat bahan dasar kaca sendiri atau mengimpornya, untuk kemudian dilelehkan dan dibentuk, namun mereka dipastikan memiliki kemampuan teknis untuk membuat objek dan menambahkan elemen mikro untuk mengontrol warna dari kaca tersebut. Banyak warna yang dapat mereka ciptakan, termasuk di antaranya kuning, merah, hijau, biru, ungu, putih, dan transparan.

Pengobatan

Permasalahan medis di Mesir kuno kebanyakan berasal dari kondisi lingkungan di sana. Hidup dan bekerja di dekat sungai Nil mengakibatkan mereka terancam penyakit seperti malaria dan parasit schistosomiasis, yang dapat mengakibatkan kerusakan hati dan dan pencernaan. Binatang berbahaya seperti buaya dan kuda nil juga menjadi ancaman. Cidera akibat pekerjaan yang sangat berat, terutama dalam bidang konstruksi dan militer, juga sering terjadi. Kerikil dan pasir di tepung (muncul akibat proses pembuatan tepung yang belum canggih) merusak gigi, sehingga menyebabkan mereka mudah terserang abses.
Hidangan yang dimakan orang kaya di Mesir kuno biasanya mengandung banyak gula, yang mengakibatkan banyaknya penyakit periodontitis.Meskipun di dinding-dinding makam kebanyakan orang kaya digambarkan memiliki tubuh yang kurus, berat badan mumi mereka menunjukkan bahwa mereka hidup secara berlebihan. Harapan hidup orang dewasa berkisar antara 35 tahun untuk laki-laki dan 30 tahun untuk wanita.
Tabib-tabib Mesir Kuno termasyhur dengan kemampuan pengobatan mereka dan beberapa, seperti Imhotep, tetap dikenang meskipun telah lama meninggal. Herodotus mengatakan bahwa terdapat pembagian spesialisasi yang tinggi di antara tabib-tabib Mesir; misalnya beberapa tabib hanya mengobati permasalahan pada kepala atau perut, sementara yang lain hanya mengobati masalah mata atau gigi. Pelatihan untuk tabib terletak di Per Ankh atau institusi "Rumah Kehidupan," yang paling terkenal terletak di Per-Bastet semasa Kerajaan Baru dan di Abydos di Periode Akhir. Sebuah papirus medis menunjukkan bahwa bangsa Mesir memiliki pengetahuan empiris soal anatomi, luka, dan perawatannya.
Luka-luka dirawat dengan cara membungkusnya dengan daging mentah, linen putih, jahitan, jaring, blok, dan kain yang dilumuri madu untuk mencegah infeksi. Mereka juga menggunakan opium untuk mengurangi rasa sakit. Bawang putih maupun merah dikonsumsi secara rutin untuk menjaga kesehatan dan dipercaya dapat mengurangi gejala asma. Ahli bedah mesir mampu menjahit luka, memperbaiki tulang yang patah, dan melakukan amputasi. Mereka juga mengetahui bahwa ada beberapa luka yang sangat serius sehingga yang dapat mereka lakukan hanyalah mebuat pasien merasa nyaman menjelang ajalnya.

Pembuatan kapal

Bangsa Mesir kuno telah tahu bagaimana merakit papan kayu menjadi lambung kapal sejak tahun 3000 SM. Archaeological Institute of America melaporkan bahwa beberapa kapal tertua yang pernah ditemukan berjenis kapal Abydos. Kapal-kapal yang ditemukan di Abydos ini dibuat dari papan kayu yang "dijahit" menggunakan tali pengikat. Awalnya kapal-kapal tersebut diperkirakan sebagai milik Firaun Khasekhemwy karena ditemukan dikubur bersama dan berada di dekat kamar mayat Firaun Khasekhemwy, namun penelitian menunjukkan bawa kapal-kapal itu lebih tua dari usia sang firaun, sehingga kini diperkirakan sebagai kapal milik firaun yang lebih terdahulu. Menurut profesor David O'Connor dari New York University, kapal-kapal itu kemungkinan merupakan kapal milik Firaun Aha.
Namun meskipun bangsa Mesir Kuno memiliki kemampuan untuk membuat kapal yang sangat besar dan mudah dikendalikan di atas sungai Nil, mereka tidak dikenal sebagai pelaut yang handal.

Matematika

Perhitungan matematika tertua yang ditemukan berasal dari periode Naqada, yang juga menunjukkan bahwa bangsa Mesir ketika itu telah mengembangkan sistem bilangan. Nilai penting matematika bagi seorang intelektual kala itu digambarkan dalam sebuah surat fiksi dari zaman Kerajaan Baru. Pada surat itu, penulisnya mengusulkan untuk mengadakan kompetisi antara dirinya dan ilmuwan lain berkenaan masalah penghitungan sehari-hari seperti penghitungan tanah, tenaga kerja, dan padi. Teks seperti Papirus Matematika Rhind dan Papirus Matematika Moskwa menunjukkan bahwa bangsa Mesir Kuno dapat menghitung empat operasi matematika dasar — penambahan, pengurangan, pengalian, dan pembagian — menggunakan pecahan, menghitung volume kubus dan piramid, serta menghitung luas kotak, segitiga, lingkaran, dan bola. Mereka memahami konsep dasar aljabar dan geometri, serta mampu memecahkan persamaan simultan.
Notasi matematika Mesir Kuno bersifat desimal (berbasis 10) dan didasarkan pada simbol-simbol hieroglif untuk tiap nilai perpangkatan 10 (1, 10, 100, 1000, 10000, 100000, 1000000) sampai dengan sejuta. Tiap-tiap simbol ini dapat ditulis sebanyak apapun sesuai dengan bilangan yang diinginkan; sehingga untuk menuliskan bilangan delapan puluh atau delapan ratus, simbol 10 atau 100 ditulis sebanyak delapan kali. Karena metode perhitungan mereka tidak dapat menghitung pecahan dengan pembilang lebih besar daripada satu, pecahan Mesir Kuno ditulis sebagai jumlah dari beberapa pecahan. Sebagai contohnya, pecahan dua per tiga (2/3) dibagi menjadi jumlah dari 1/3 + 1/15; proses ini dibantu oleh tabel nilai [pecahan] standar. Beberapa pecahan ditulis menggunakan glif khusus; nilai yang setara dengan 2/3 ditunjukkan oleh gambar di samping.
Matematikawan Mesir Kuno telah mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari teorema pythagoras. Mereka juga dapat memperkirakan luas lingkaran dengan mengurangi satu per sembilan diameternya dan memangkatkan hasilnya:
Luas ≈ [(89)D]2 = (25681)r 2 ≈ 3.16r 2,
yang hasilnya mendekati rumus πr 2.

Peninggalan

Budaya dan monumen Mesir kuno telah menjadi peninggalan sejarah yang abadi. Pemujaan terhadap dewi Isis, sebagai contoh, menjadi populer di masa Kekaisaran Romawi. Orang Romawi juga mengimpor bahan bangunan dari Mesir untuk mendirikan struktur dengan gaya Mesir. Sejarawan seperti Herodotus, Strabo, dan Diodorus Siculus mempelajari dan menulis tentang Mesir kuno yang kemudian dipandang sebagai tempat yang penuh misteri. Di Abad Pertengahan dan Renaissance, perkembangan budaya pagan Mesir mulai menurun seiring dengan berkembangnya agama Kristen dan Islam, namun ketertarikan terhadap budaya tersebut masih tersirat dalam karya-karya ilmuwan abad pertengahan, misalnya karya Dhul-Nun al-Misri dan al-Maqrizi.
Pada abad ke-17 dan 18, penjelajah dan turis Eropa membawa banyak barang antik dan menulis tentang kisah perjalanan mereka di Mesir, yang kemudian memancing terjadinya gelombang Egyptomania di Eropa. Ketertarikan tersebut mengakibatkan banyaknya kolektor Eropa yang membeli atau membawa barang-barang antik penting dari Mesir. Meskipun penjajahan kolonial Eropa terhadap mesir mengakibatkan hancurnya benda-benda bersejarah, kehadiran bangsa Eropa juga dampak positif terhadap peninggalan Mesir kuno. Napoleon, misalnya, melakukan pembelajaran pertama mengenai Egiptologi ketika ia membawa 150 ilmuwan dan seniman untuk mempelajari dan mendokumentasi sejarah alam Mesir, yang kemudian dipublikasi dalam Description de l'Egypte. Pada abad ke-20, pemerintah Mesir dan arkeolog mulai melakukan pengawasan terhadap kegiatan penggalian di Mesir dengan membentuk Supreme Council of Antiquities.




Musik dan Tarian
Musik Mesir adalah perpaduan yang kaya dari budaya Mesir, Afrika dan juga Barat. Pada awal 4000 SM, para orang Mesir kuno banyak memainkan harpa dan Flute (Seruling) dan dua instrument asli asal mesir yaitu Ney dan Oud. Saat Islam masuk ke Mesir, ada sedikit perubahan dalam gaya musik Mesir, saat itu olah vocal dan suara perkusi yang mengiri musik Mesir menjadi sangat dominan dan tetap menjadi bagian dari musik Mesir hingga saat ini.
Belly Dance (Raqs Sharq) atau Tari Perut juga adalah salah satu tarian yang disebut berasal dari Mesir dan hingga hari ini. Karena peradabannya dan juga Kebudayaannya yang begitu maju, Mesir dijadikan sebagai Pusat Seni Internasional.
Source :
Atlas Indonesia, Dunia dan Budayanya.2005.Mastara.


posted under | 0 Comments
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Name*


Message*

Welcome To Basil

My Instagram

Facebook

Recent Posts

A Theme For

    Blogger Friends


Recent Comments