Culture of Mongolian

Mongol atau Mongolia, sebuah negara yang berbatasan langsung dengan Rusia dan Cina ini memiliki luas daerah 1.566.500 km2. Kebudayaan Mongol sangat dipengaruhi oleh cara hidup para Nomaden Mongol. Kebudayaan Mongol juga dipengaruhi oleh bangsa Tibet, Tibetan Buddhism, Cina dan Rusia. Sejak abad ke-20, kultur Eropa mulai mempengaruhi Mongol melalui Rusia. Masyarakat Nomaden Mongol pun banyak berperan dalam hal seni rupa di Mongol.

Kekaisaran Mongolia adalah kekaisaran kedua terbesar dalam sejarah dunia, dan hanya dikalahkan oleh Imperium Britania , menguasai sekitar 33 juta km² pada puncak kejayaannya, dengan perkiraan penduduk sebanyak di atas 100 juta orang dan menjadi yang paling kuat di antara semua kekaisaran abad pertengahan.
Kekaisaran Mongolia didirikan oleh Jenghis Khan pada tahun 1206 sesudah mempersatukan Suku-suku Mongolia yang saat itu sering berselisih di antara sesama dan memulai banyak penaklukan di seluruh benua Eurasia yang dimulai dengan penaklukan dinasti Xia Barat di Republik Rakyat Cina Utara dan kerajaan Khawarezmi di Persia. Pada puncaknya, Kekaisaran Mongolia menguasai sebagian besar wilayah Asia Tenggara ke Eropa Tengah. Selama keberadaannya, Mongolia melakukan pertukaran budaya antara Timur, Barat dan Timur Tengah sekitar abad ke-13 dan 14.
Kekaisaran Mongolia dipimpin oleh Khagan (Khan Agung keturunan Jenghis Khan) secara turun-temurun. Sesudah kematian Jenghis Khan, Kekaisaran Mongolia pada dasarnya terbagi menjadi empat bagian yaitu; Dinasti Yuan (Tiongkok), Ilkhanate (Persia atau Iran-Irak-Azerbaijan sekarang ini), Chagatai Khanate (Asia Tengah), dan Golden Horse (Rusia). Semua wilayah pembagian itu dipimpin oleh keturunan Jenghis Khan.
Dari banyak topic tentang karya sastra tertua di Mongol hingga karya modern, semuanya berisi nilai tradisional tentang cinta kepada orang tua dan kerinduan akan tempat dimana sesorang dibesarkan.
Kebudayaan Mongol juga diwarnai oleh adanya cerita rakyat dan banyaknya pahlawan epic dari zaman kuno. Hal ini terlihat dari penamaan ibukota Mongolia, Ulan Bator, diambil dari kata Baatar yang artinya pahlawan.
Karya sastra tertua Mongol yang paling terkenal di dunia adalah The Secret History of Mongols. Sastra tertulis lain yang sudah banyak dikenal adalah alliterative verses atau Üligers yang artinya dongeng. Kebanyakan cerita-cerita itu berisi tentang penguasa Mongol terbesar yaitu Jenghis Khan, tentang kehidupannya atau cerita tentang dua kuda putih miliknya. Sejak dulu, kuda telah menjadi semacam peran penting untuk masyarakat Mongol sendiri, baik dalam kehidupan sehari-hari ataupun dalam seni. Cerita yang tak kalah terkenal yaitu cerita peperangan tentang kemenangan Oirad atas Mongol, Khan Kharangui, Bum Erdene, dan banyak lagi.
Keunikan lain dari kekayaan budaya Mongol yaitu The Yurt atau Ger (Mongolian : Yurt, ger = rumah), Ger adalah rumah tenda orang-orang Mongolia dan sudah menjadi identitas nasional Mongolia. Dalam The Secret History of Mongols, disebutkan bahwa dulu, Jenghis Khan, sebagai pemimpin Mongol tinggal di rumah tenda dan hingga sekarang masih banyak diikuti oleh masyarakat Mongol. Rumah tenda ini dapat dipindah-pindahkan dan dapat menahan badai dahsyat. Kebanyakan rumah-rumah tenda ini didirikan berkelompok di daerah gurun gobi, tapi ada sebagian masyarakat yang masih mendirikannya di daerah Yurts atau bahkan di Ulan Bator.
Sebuah Festival atau perayaan pun ikut mewarnai kebuadayaan suatu negara. Di Mongol ada beberapa perayaan besar yang diadakan tiap tahunnya yaitu Naadams Festival, Naadams sendiri artinya adalah Permainan. Festival ini terdiri dari beberapa rangkaian perlombaan, yaitu kompetisi panahan, pacuan kuda dan pertandingan gulat. Festival ini biasa diadakan pada 11-13 Juli setiap tahunnya di Ulan Bator.
Ada permainan tradisional di Mongolia, yaitu Muushig. Muushig adalah sebuah permainan kartu tradisional yang kini sudah hilang. Orang Mongol juga biasa menggunakan sendi tulang domba untuk memainkan sebuah permainan, biasanya tulai itu digunakan sebagai dadu atau token. Permainan lainnya yang juga unik yaitu Morra seperti permainan “Gunting, Batu, Kertas”.
Festival lainnya yaitu perayaan Tsagaan Sar atau Festival Bulan Putih, perayaan ini setara dengan perayaan Tahun Bari Cina dan biasanya jatuh pada bulan Januari atau Februari tiap tahunnya. Pada perayaan ini, biasanya orang-orang akan saling mengunjungi dan bertukar hadiah, biasanya Khadags, dan juga acara makan Buuz dalam jumlah yang banyak.
Sebuah festival juga tentu tidak mungkin terlepas dari musik dan makanan.
Makanan orang-orang Mongol kebanyakan berbasis daging dan produk olahan susu dengan berbagai variasi berbeda di tiap daerahnya. Mutton atau daging kambing adalah yang paling banyak dikonsumsi, di beberapa daerah di bagian Mongol selatan, orang-orang lebih sering mengonsumsi daging unta karea wilayah yang sangat berdekatan dengan Gurun Gobi, dan orang-orang di daerah pegunungan di bagian utara Mongol, lebih sering mengonsumsi daging sapi termasuk yak.
Produk-produk susunya sendiri kebanyakan dibuat dari susu kuda yang dinamakan Airag, dan ada juga beberapa produk krim kental yang terbuat dari susu sapi, yak dan unta.
Hidangan popular lainnya dari Mongol yaitu Buuz (sejenis pangsit daging), Khuushuur (Pastry atau kue daging), Khorkhog (Sup daging) yang biasa dihidangkan khusus untuk tamu, dan juga Boortsog (Biaskuit manis). Sedangkan makanan utama orang-orang Mongol lebih dikenal dengan sebutan Mongolia Barbeque.
Sayuran sendiri baru mulai popular di Mongol sejak paruh kedua abad ke-20 dan Mongol pun menyediakan sayuran secara impor.
Mongolia juga memiliki tradisi musik yang sangat tua. Elemen tradisional musik Mongol terletak pada cara bernyanyi orang mongol yang menggunakan teknik menyanyi dengan tenggorokan, juga pada Morin Khuur yaitu alat musik tradisional mongol berupa biola dengan ujung senar berbentuk melengkung seperti kepala kuda. Melodi Mongol biasanya berupa harmoni pentatonic dengan nada akhir yang panjang. Baru pada abad ke 20 musik klasik barat mulai mempengaruhi musikalitas Mongol.
Tarian unik dari Mongol juga menjadi salah satu unsur budaya penting bangsa Mongol. The Mongolian Waltz adalah tarian unik dimana tarian ini melibatkan kuda di dalamnya. Tarian ini melibatkan seorang pria dan seorang wanita yang menari bersama tetapi mereka menunggangi kuda dan saling berputar satu sama lain diiringi musik tradisional mongol dan hentakan kaki kuda akan memberikan nada tersendiri sehingga tarian ini disebut tarian waltz.
Kepribadian dan kebudayaan suatu bangsa juga terpresentasikan di dalam pakaian tradisional bangsa itu sendiri, begitu pula dengan bangsa Mongol. Pakaian tradisional Mongol sendiri banyak berubah sejak jaman kekaisaran karena menyesuaikan dengan kondisi di padang pasir dan juga pola hidup orang Mongol yang nomaden. Ada beberapa perbedaan antara pakaian adat Mongol tradisional dengan pakaian adat Mongol modern.
Deel atau Kaftan, adalah pakaian tradisional Mongol yang dikenakan sehari-hari ataupun hari-hari khusus. Deel adalah pakain longgar panjang berlengan, memiliki kerah tinggi dan banyak aksen kain menumpuk di bagian depan. Deel dipadukan dengan selendang yang diikatkan di bagian pinggang (seperti Obi di Jepang). Sedangkan Deel modern lebih memiliki variasi jahitan dekoratif, kerah yang lebih pendek dan terkadang lebih memiliki ornamen khas Mandarin. Panjang dari Deel sendiri hanya ¾ bagian panjang kaki, sehingga orang Mongol juga memadukannya dengan celana panjang longgar, terkadang para wanita memadukannya dengan rok panjang.
Lukisan orang-orang Mongol dari sumber di Persia dan Cina menggambarkan, para pria dan wanita Mongol senang mengepang rambut mereka.Para wanita Mongol mengepang Rambut mereka dengan cara membagi rambut menjadi dua ikat seperti ekor kuda dan kemudian membuat tiga kepangan di tiap ikatan. Ujung kepangan-kepangan itu akan digulung dan disisipkan di bagian sisi kepala dibelakang telinga. Sedangkan para pria juga mencukur habis bagian depan dan samping rambut mereka dan menyisakan rambut panjang dibelakang untuk dikepang.
Setiap kelompok etnis di Mongol memiliki desain deel dengan keunikannya masing-masing. Hal ini terlihat dari model potongan deel, warna dan juga aksen-aksen di deel tersebut.
Sebelum masa revolusi, orang Mongol dengan strata sosial tertentu memiliki cara berpakaiannya sendiri. Pada masa itu, kelompok peternak mengenakan deel polos yang mereka pakai di musim dingin dan panas. Para pemimpin agama mengenakan deel berwarna kuning dengan jubah atau Khimj yang dipakai menyelempang di bagian pundak. Dan para bangsawan mengenakan deel yang dipadukan dengan topi dan rompi dari sutra.
Referensi :
Atlas Indonesia, Dunia dan Budayanya.2005.Mastara.


posted under |

4 komentar:

Irna juliadi mengatakan...

Haiii karina, ceritanya menarik d. Ijin ngambil cuplikannya sedikit ya, untuk di blog saya. And kalau berkenan mampir sebentar ya di blog saya. THX sebelumnya...

dedy amijaya mengatakan...

mohon maaf mbak karina, perkenalkan nama saya dedy, saya pekerja seni tinggal di jakarta, oia mbak saya mohon maaf sekali lagi krn telah mengkopi postingan mbak tentang kebudayaan mongol.. saya tidak bermaksud apa-apa mbk, saya hanya kebetulan membutuhkan referensi untuk project saya dalam membuat karya tari.. yang kebetulan berkait dengan kebudayaan monggol.. jadi saya mohon ijin dari mbk karina untuk itu.. kurang lebihny mohon maaf dan terima kasih banyak atas kebesaran hati mbk karina... nuwun.

dedy amijaya mengatakan...

oia mbk,seperti lazimnya etika ilmiah, saya juga akan tetap mencantumkan nama dan alamat blog mbk karina dalam tulisan kebudayaan mongol yang saya copy dari postingan mbk..

Unknown mengatakan...

artikelnya bagus, ngomong ngomong saya masih menyanyakan status ras saya apa saya keturunan china atau mongol tapi konon katanya kami udah dateng kejakarta dari jaman belanda sebelum berkuasa dan menetap lama disini sehingga kami menyebut diri kami orang betawi

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Name*


Message*

Welcome To Basil

My Instagram

Facebook

Recent Posts

A Theme For

    Blogger Friends


Recent Comments